mukjizat.co – Kasubdit Penuntutan TPUL Pidana Umum Kejaksaan Agung, Nanang Gunaryanto meninggal dunia pada Jumat (16/7). Nanang merupakan salah satu Jaksa Penuntut umum yang menuntut Rizieq Shihab dan menantunya, Hanif Alatas dalam kasus penyebaran berita bohong hasil tes swab di RS Ummi Bogor.
Seperti dilansir CNN Indonesia, Nanang meninggal dunia di RS Bethesda Yogyakarta pada pukul 06.00 WIB pada Jumat (16/7) hari ini. Kejaksaan Agung RI turut mendoakan agar Nanang mendapat tempat yang terbaik di sisi Allah SWT.
Tentang kabar ini, Refly Harun membahasnya dalam Channel Youtubenya. Di awal, Refly sudah memberikan rambu-rambu dalam membahas tema kematian jaksa ini. Dia mengatakan, “Kita tidak tahu apa penyebabnya, dan juga tidak boleh berandai-andai apa-apa, walaupun saya tahu pasti sobat RH ingin memberikan komentar bermacam-macam. Tapi sebelumnya kita ucapkan dulu inna lillahi wa inna ilahi rojiun atas berpulangnya jaksa Nanang Gunaryanto.”
Refly memastikan bahwa tujuannya membahas tentang kematian Jaksa Nanang adalah pembelajaran, “Barangkali kita ingin memberikan pembelajaran instrospeksi atas kematian.”
Lebih lanjut Refly menjelaskan alasan tema seperti ini diangkatnya, “Siapapun bisa meninggal dunia termasuk kita semua… Tapi yang paling penting sebenarnya apakah selama hidup kita sudah berbuat yang adil atau tidak, kalau kita bicara tentang satu aspek tentang adil. Karena itu substantif di mana pun posisi, profesi, dan jabatan kita. Apalagi jabatan sebagai penegak hukum.”
Refly menerangkan tentang hakikat keadilan dalam hukum. Katanya, “Salah satu adil adalah menerapkan hukum secara proporsional, rasional, sesuai teks dan konteksnya.”
Seakan menjawab kritikan tentang teman konten ini, Refly mengatakan, “Ini bukan soal siapa yang meninggal tapi ini sebuah pembelajaran bahwa siapaun tentu bisa meninggal dunia, sudah pasti, sooner or later, hari ini atau kapan, dengan penyebab apapun. Sedang sehat atau lagi sakit.”
Lanjutnya, “Tapi intinya adalah ini pembelajaran bagi kita semua, dan mudah-mudahan bagi jaksa-jaksa lainnya dan bagi hakim-hakim lainnya agar sebelum ajal menjemput berbuatlah adil. Kalau kita penegak hukum ya berbuatlah adil.”
Refly menjelaskan bahwa belum terwujud keadilan dalam persidangan kasus Habib Riziq. Jelasnya, “Karena tuntutan 6 tahun penjara itu adalah keterlaluan tidak adilnya. Bagaimana mungkin hal seperti itu dituntut 6 tahun penjara. Dan 4 tahun hukumannya juga keterlaluan tidak adilnya. Coba bayangkan hanya mengatakan kondisi badan sehat-sehat saja tiba-tiba dianggap menyebarkan berita bohong yang menerbitkan keonaran.”
Refly menjelaskan bagaimana proses dan hukuman bisa menjadi adil. Terangnya, “Hukum itu harus sesuai teksnya, mempertimbangkan konteksnya, diterapkan secara rasional dan proporsional. Ini dalam tuntutan jaksa tidak masuk akal, tidak rasional dan tidak proporsional. Bahkan lucunya adalah tuntutan jaksa ini lebih kecil dari kecil (besar) daripada kasus korupsi Edy Prabowo yang kalau tidak salah dituntut 5 tahun penjara.”
Sikap yang terlihat dalam persidangan tidak luput dari kritikan Refly. Dia mengkritik, “Jadi kita bicara tentang keadilan dalam perspektif jaksa. Yang kita lihat memang dalam persidangan itu, jaksa penuntut umum tidak menempatkan dirinya sebagai pihak pencari keadilan, tetapi sebagai pihak yang ingin menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada Habib Riziq.”
Lebih lanjut Refly menerangkan bagaimana sebenarnya peran seorang jaksa, “Ini bukan perkara menang atau kalah, tapi perkara mencari keadilan. Tidak haram hukumnya jaksa penuntut umum menuntut “bebas” terdakwa ketika tidak ditemukan alasan untuk mendakwanya misalnya, atau alasan untuk menuntutnya dengan hukuman penjara.
Tapi yang terjadi adalah kok seolah-olah menempatkan diri sebagai musuh bukan sebagai penegak hukum yang mencari keadilan. Mindset seperti ini yang menurut saya seharusnya harus diubah.”
Refly kembali mengingatkan para penegak hukum di Indonesia, “Baik advokat yang membela, jaksa maupun hakim itu adalah insan-insan yang ditempatkan di pengadilan dunia ini untuk mencari keadilan. Sekali lagi, mencari keadilan.
Bukan memerankan dirinya masing-masing, seolah-olah kalau advokat ingin membebaskan kliennya, terdakwa, jaksa selalu ingin menghukum, dan hakim akan melihat kira-kira mau membenarkan siapa, apakah pihak terdakwa dan kuasa hukumnya, atau pihak JPU.
Tidak begitu, semuanya berproses mencari keadilan, karena keadilan itulah yang harus dipertanggungjawabkan ketika kita menghadap Sang Pencipta. Apakah kita sudah memutuskan secara adil.”
Refly menyinggung kondisi peradilan di Indonesia dengan sebuah penjelasan dalam Islam yang diterangkan oleh Rasulullah SAW. Katanya, “Jadi jaksa penuntut umum itu bisa kita anggap sebagai hakim juga. Jadi kalau misalnya ada tiga kriteria hakim, karena dulu kan enggak dikenal namanya penuntut itu, yang dikenal adalah cuma orang datang ke hakim.
Kalau ada kriteria hakim yang dua masuk neraka dan satu masuk surga, maka barangkali bisa kita interpretasikan ya seperti itu juga. Jadi ada jaksa yang cerdas dan menuntut secara benar, ada jaksa yang cerdas dan menuntut secara tidak benar atau tidak adil, dan ada jaksa yang bodoh dan menuntut secara tidak jelas karena tidak pandai dan tidak menguasai persoalan.”
Di akhir, Refly kembali menjelaskan motivasi membuat konten ini, “Saya tidak ngomong secara spesifik terhakim siapapun termasuk almarhum (Jaksa Nanang) sekalipun, malah ingin mendoakan mudah-mudahan almarhum diterima di Sisi-Nya husnul khatimah, meninggal dalam keadaan baik, dan ini menjadi pembelajaran bagi kita.” (sof1/mukjizat.co)
Mutiara tadabur para ulama tafsir: Al-Fatihah I Al-Baqarah I Ali Imran I An-Nisa I Al-Maidah I Al-An’am
Ikuti kami juga di Media Sosial
Tulis komentar terbaik Anda di sini